Ini adalah tulisanku yang kedua
dalam kurun waktu 6 jam, setelah tulisan pertama mengenai Gunung Kelud telah
selesai aku lakukan. Daripada hanya sekedar menonton tv dengan acara yang tidak
edukatif dan banyak box office movie yang
kurang seru, ditambah sulitnya memejamkan mata, alangkah baiknya jika aku
menulis dan menuangkan gagasan serta pemikiran melalui tulisan. Satu hal yang
aku tahu bahwa jika kita ingin mengenal semesta, maka membacalah. Jika kita
ingin dikenal semesta, maka menulislah. So,
waste and spend your time with the useful activities like writing. Spread your
idea in your mind through the arrangement of sentences!!! ^_^
Kali
ini aku akan sedikit berargumen terkait mengenai pemimpin. Indonesia dikenal
sebagai negara majemuk, pluralis, dan kaya akan potensi sumber daya alam dan
manusianya. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan 400 bahasa
daerah, wilayah geografisnya dari Sabang-Merauke sejajar dengan dari Teheran,
Iran-London, Inggris. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara terluas di
dunia dengan total luas mencapai 5.193.250 km² (mencakup daratan dan
lautan). Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara terluas ke-7 didunia
setelah Rusia, Kanada, Amerika Serikat, China, Brasil dan Australia. Jika
dibandingkan dengan luas negara-negara di Asia, Indonesia
berada diperingkat ke-2. Dan jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia
Tenggara, Indonesia menempatkan dirinya sebagai negara terluas di Asia
Tenggara. Seiring luasnya sebuah negara, maka berbanding lurus dengan
problematika yang akan ditanggung oleh sebuah negara termasuk dalam hal
pemimpin. Indonesia yang tersebar dengan beberapa pulau besarnya, jelas
membutuhkan sebuah regulasi untuk mengatur dan mengelaborasikan antara
kepentingan pusat dan daerah. Oleh karena itu, dibuatlah UU Otonomi Daerah No.
32 tahun 2004 meskipun masih belum berjalan optimal. Sehingga diharapkan mampu
menciptakan sistem demokrasi yang tersebar secara merata dengan adanya
desentralisasi. Permasalahan yang kerap terjadi dan seakan menjadi sebuah
budaya dan momok yang begitu erat
dengan nama Indonesia adalah korupsi. Korupsi lahir karena adanya sebuah konsep
hidup hedonis dan sekular, yang tidak pernah puas terhadap apa yang sudah
dimilikinya. Mengkayakan diri sendiri, namun memiskinkan orang lain. Sesuatu
yang bukan menjadi haknya, tetapi dipakai untuk konsumsi pribadinya. Maka tak
heran, jika istilah “Kleptomania” kita sematkan kepada negeri kaya ini.
Para founding fathers negara Indonesia memimpikan bahwa Indonesia akan
menjadi suatu negara yang maju, mandiri, bermartabat dengan inklusivitas yang
tinggi, dan tidak diinjak harkat dan martabatnya oleh negara lain. Dalam
menciptakan iklim yang baik dalam semua sendi-sendi kehidupan di Indonesia,
tidak terlepas dari eksistensi seorang pemimpin. Pemimpin menjadi suatu
persyaratan utama dalam suatu organisasi (dalam hal ini negara) yang perkataan,
perbuatan, dan tindakannya memberi pengaruh kepada para pengikutnya. Aku pernah
mengikuti sebuah kajian yang luar biasa ketika menghadiri Tabligh Akbar di
Masjid Al-Muqtashidin FE UII. Konten yang dibahas mengenai sosok pemimpin
Muslim ideal, yang kemudian disingkat menjadi VISIICEO, yaitu:
-
Visioner
-
Integrity
-
Skillful
-
Inspirative
-
Inclusive
-
Commitment
-
Effective
-
Optimist
Jika
kita mengambil sample mengenai sosok pemimpin ideal dan teladan, maka orang
yang pantas mendapat predikat tersebut adalah Rasulullah SAW. Beliau adalah
suri tauladan yang paling baik di alam jagad raya ini. Meskipun banyak
pemimpin-pemimpin dunia saat di era globalisasi saat ini yang cukup bagus,
katakanlah Hugo Chavez dari Uruguay, Mahmoud Ahmadinejad dari Iran, Mohammed
Mursi dari Mesir, Jose Mujica dari Uruguay, dan lain-lain. Namun orang nomor
satu paling berpengaruh sepanjang sejarah (Menurut Michael Hart dalam bukunya “The
100: A Ranking of the Most Influential Persons in History”, tetap menjadi tokoh yang paling recommended
mengenai kepemimpinan. Maka tak heran, Allah menyanjungnya yang
termaktub di dalam QS. Al-Ahzab ayat 21 yang artinya:
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.”
Permasalahan
dan krisis kepemimpinan saat ini sedang mewabah di Indonesia. Tak lama lagi,
pesta demokrasi akan digelar dalam kurun waktu +/- 50 hari. Banyak berbagai
partai politik dalam mengambil simpati rakyat melakukan berbagai kampanye agar
memperoleh kursi di legislatif dan dapat mengusung calon presiden yang
diinginkan rakyat. Tidak ada yang salah memang melakukan praktek demokrasi
dengan berbagai janji-janji manis untuk mendapatkan suara karena itu memang
sudah menjadi suatu keharusan yang juga ada regulasi atau peraturan untuk hal
itu. Namun, yang menjadi masalah adalah realisasi apa yang telah diucapkan
ketika terpilih nanti. Rakyat Indonesia tidak bodoh, mereka membutuhkan
pemimpin yang bukan hanya cakap dalam retorika, tetapi cakap pula dalam aksi.
Rakyat tidak butuh janji tetapi bukti. Oleh karena itu, kita sebagai rakyat
yang madani dan bermartabat, dituntut untuk cerdas dalam memilih pemimpin.
Hati-hati dalam memilih dan jangan mau untuk menjual suara Anda. Suara Anda
dalam memilih jauh lebih berharga daripada sekedar materil berupa uang senilai
Rp 50.000. Suara Anda menentukan Indonesia dalam 5 tahun ke depan, dan nasib
240 juta lebih rakyat. Jangan termakan isu dan janji yang sering dipublikasikan
di media cetak atau elektronik. Sehingga, mimpi dan cita-cita para the founding fathers benar-benar terwujud
dalam estafet kepemimpinan Indonesia berikutnya.
If you have a soul of nationalism, you decide to choose a leader from what he has done, not about what he has spoken. Hehe ... Semoga bermanfaat dan mencerahkan!!!
Salam ... ^_^
If you have a soul of nationalism, you decide to choose a leader from what he has done, not about what he has spoken. Hehe ... Semoga bermanfaat dan mencerahkan!!!
Salam ... ^_^