Sex
Education Dalam Kurikulum Sekolah
Dewasa
ini, arus modernisasi dan globalisasi tidak hanya mewabah dalam dunia fashion
namun juga dalam dunia pergaulan. Pergaulan identik dengan remaja karena notabenenya sebagai generasi muda yang masih
mencari jati diri dan cenderung suka menjalin hubungan dengan lawan jenis atau
"pacaran". Pada umumnya pacaran sudah tidak ada batasan dan tidak
memandang norma agama, aturan, serta terkesan apatis terhadap dampak yang
ditimbulkan dari pergaulan bebas. Ditambah lagi dengan pola hidup westernisasi
yang kemudian diadaptasi dalam budaya Indonesia terutama dalam hal bergaul.
Pergaulan bebas inilah yang mendorong maraknya seks bebas (free sex) yang sepertinya sudah menjadi "virus" mewabah
di kalangan remaja terutama pelajar. Ini merupakan problema yang serius dan
dibutuhkan atensi atau perhatian dari orang tua terkait pergaulan anak-anak
remajanya. Pergaulan bebas jelas memberikan implikasi negatif terhadap pola
perkembangan remaja, sehingga kuantitas dan kelahiran anak yang lahir tanpa
ayah pun meningkat. Banyak spekulasi muncul yang mengatakan bahwa berpacaran
tanpa berhubungan seks seperti sayur tanpa garam, tidak ada romantisme dalam
berpacaran. Jelas, perspektif semacam itu salah karena sejatinya menjalin
hubungan dengan lawan jenis adalah saling mengenal antara pribadi
masing-masing, itulah esensi sebenarnya.
Berdasarkan survei kesehatan
reproduksi remaja oleh Badan Pusat Statistik (BPS, 2009) terhadap 10.833 remaja
laki-laki, sebanyak 72% sudah berpacaran yang diantaranya 10,2% telah melakukan
hubungan seks diluar nikah dan 61,8% telah melakukan petting. Sementara survei
kepada 8.340 remaja perempuan, 6,3% atau sekitar 526 orang telah berhubungan
seks. Dengan data kuantitatif seperti itu, perlu adanya sex education (pendidikan seks) terhadap para remaja terutama
pelajar yang dinilai paling rentan masuk ke dalam lembah perzinahan yang
merupakan enemy of civilization atau
musuh peradaban dan target yang paling tepat dalam mensosialisasikan pendidikan
seks. Menurut Davis (1971),
informasi yang tidak sehat pada usia remaja mengakibatkan remaja
terlibat dalam kasus-kasus berupa konflik-konflik dan gangguan mental, ide-ide
yang salah dan ketakutan-ketakutan yang berhubungan dengan seks. Mengingat
semakin maraknya seks bebas di kalangan remaja, ada 3 faktor urgensi atau pentingnya pendidikan
seks di sekolah.
Pertama, memberikan pemahaman
terhadap seks kepada pelajar bahwa seksualitas merupakan bagian dari kehidupan
yang normal dengan cara-cara yang baik dalam berhubungan seks sesuai dengan
norma agama, norma hukum, serta aturan. Menurut Federasi Kehidupan Keluarga
Internasional (1992) mengemukakan bahwa memahami seksualitas sebagai bagian
dari kehidupan yang esensi dan normal. Lantas jika ingin memberikan memberikan
pemahaman seksualitas terhadap remaja, langkah yang dapat ditempuh adalah
dengan mensosialisasikan sex education yang
baik di sekolah. Sosialisasi ini bisa dilakukan dalam bentuk pelajaran tambahan
yang dimasukkan dalam kurikulum baru di sekolah sehingga diharapkan mampu
meminimalisir angka free sex dan
memberikan pengetahuan baru akan bahanya seks bebas. Peran orang tua juga
sangat diperlukan dalam pembentukan kepribadian
anak-anaknya.
Kedua, memberikan edukasi/pendidikan
kepada pelajar tentang seks yag sehat. Hal ini dapat ditempuh melalui kurikulum
sekolah yang dimasukkan ke dalam studi yang berkaitan dengan aspek biologis,
seperti mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Ketiga, pendidikan seks yang
dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah harus berhubungan dengan ajaran Al-Qur'an
dan Hadist dan penyampaiannya
ketika jam belajar sekolah. Selain itu, dimasukkannya kurikulum pendidikan seks
di sekolah harus dipahami sebagai upaya keras untuk mendidik generasi penerus
bangsa tentang seksualitas dan bukan berarti sekolah mengambil porsi orang tua
untuk mendidik karena sangat ironis melihat pergaulan yang tidak sehat di
kalangan kaum pemuda saat ini.
Ada beberapa pendapat yang
bilang, ”sex education” memang pantas dimasukkan dalam
kurikulum di sekolah menengah, apalagi siswa pada ini adalah masa pubertas. Pendidikan
Seks ”Sex education” sangat perlu sekali untuk
mengantisipasi, mengetahui atau mencegah kegiatan seks bebas dan mampu
menghindari dampak-dampak negatif lainnya.